13 Desember 2014

Sesederhana Berlari

Run, sound similiar to fun. I do run sometimes.

Lari. Adalah hal yang menyenangkan buat gue. Keringetan. Lengket. Tapi happy ! Saat lagi kesel dan pengen mukulin orang, lari kadang bisa jadi pelampiasan lain yang lebih sehat. Sebenernya bukan lari sih, gue ga bisa lari-akan dijelaskan kemudian-, jadi yang kadang gue lakukan adalah jogging. Kemampuan gue untuk berlari masih sangat standar, 30-45 menit saja. Sejam bisa. Namanya juga manusia ya, suka manjain diri sendiri padahal bisa lebih dari itu.

Gue bukan 'runner' kaya yang lagi ngetrend itu. Yang ikut 5k, 10k, apalah itu. Yang ikut color run, sound run, light run, and many more. Gue bukan lari karena itu trend, gue suka lari sejak smp kelas 2 yang gue inget, which is 4-5 tahun yang lalu dan saat itu lari bukan trend. Entah kenapa orang2 norak sama yang namanya lari. Lari mah lari aja kan ya. Jadi jangan samakan. Gue. Ga. Suka. Disamain. Lalu bagaimana cara gue berlari? Pulang sekolah lari aja muterin lapangan softball, beberapa putaran sih paling 10-20 putaran, standar.

Menurut pengamatan, pemikiran, dan perenungan gue, ada 2 tipe orang dalam berlari. Fine, mungkin tiga. Yang pertama, orang yang memotivasi dirinya dengan kata-kata, "Ayo, lima putaran lagi." Dan tipe kedua adalah orang yang memotivasi dirinya dengan kata-kata, "Ayo, udah lima putaran." Terdengar mirip? Tapi beda. Mirip sama perbedaan antara gelas setengah penuh atau setengah kosong. Dan gue pribadi, adalah tipe orang yang 'berapa putaran lagi'. Tipe yang ketiga adalah orang-orang dengan pikiran "Anjing dah. Ah gila jauh banget. Parag. Kapan selesainya ini. Capek. Dipikir kaga capek apa lari begini."

Kenapa lari? Karena sebenarnya lari mengajarkan tentang banyak hal, sama halnya dengan naik gunung. Bukan lari atau naik gunungnya, tapi pelajaran yang bisa diambil dibalik itu semua. Sama halnya seperti gunung-gunung yang tinggi telah mengajar kita tentang keindahan hidup di alam terbuka. Tebing-tebing yang curam telah mengajar kita, tentang keberanian dan keteguhan hati. Dan hutan rimba yang lebat telah mengajar kita, tentang kerendahan hati dan kepedulian. (Dikutip dari mars Wanadri). 

Lari adalah hal paling sederhana yang mengajarkan gue untuk always push my limits. Ga berhenti gitu aja kalo udah capek. Kadang, kalo lagi bener, gue punya motto "selama masih bisa berdiri artinya masih bisa lari." Klise, tapi bisa jadi spirit booster. Paling males kalo lagi ngelatih di pecinta alam sma gue, terus juniornya manja waktu disuruh lari. Dikit-dikit bilang capek, dikit-dikit jalan, dikit-dikit istirahat. Pengen gue jorokin ke semak belukar rasanya. Manja disaat yang tidak tepat. 

Lari juga lah yang mengajarkan gue buat ga nyerah sama keadaan. Gue suka lari, gue suka outdoor activity, dan gue asma. Asma kadang ngebuat gue harus berhenti karena udah ga bisa push my limits lebih jauh lagi karena kalo gue ngelakuin itu adanya jadi ga bisa napas beneran. Bukan jarang, bahkan hampir selalu, abis lari asmanya kambuh, dan itu menyakitkan. Saat belom terbiasa sama hal itu, rasanya panik. Ya gimana engga, udah tarik napas sedalem apapun, udaranya ga ada yang masuk. Sampe sekarang masih kadang panik sih, tapi sidah bisa lebih dikendalikan paniknya. Fulu gue ga bisa lari tanpa Ventholin. Menyedihkan. Penyakitan. Ada saat dimana gue marah dan menyalahkan keadaan. Lalu kemudian gue sadar, tuhan cuma mau gue berusaha lebih keras dari yang lain, lari lebih jauh dari yang lain, dan itu yang selalu gue lakuin agar gue bisa menyetarai kemampuan mereka. 

Lari juga lah yang nunjukkin beneran bahwa mendingan pelan tapi jauh daripada cepet tapi deket. Karena dengan begitu kita bisa mencapai titik yang lebih jauh. Kita bisa mencapai hal yang kita pernah pikir ga bakalan bisa kita sentuh.

Dan hidup itu sesederhana berlari. Kita ga bakalan pernah sampe ke tujuan kita kalo berhenti. Dan berhenti atau terus lari juga adalah pilihan. Have a great day ! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar