14 Februari 2018


Gue rasa gue udah terlalu lama pacaran. Udah 4 tahun, udah bosan, rasanya udah ngga kaya pacaran. Gimana ya jelasinnya. Bukan ga mau pacarana, tapi, udah ga ada rasanya. udah ga unyu nyu gitu. Walaupun masih seneng kalo mau ketemu. Udah biasa. Maksudnya, ya udah terbiasa. Gue udah ga ngerasa terganggu sama sama sekali ada tias. Kalo Bahasa inggrisnya, I cant feel butterfly in my stomach anymore.

Jadi suka lucu (dan bangga) kalo temen-temen gua pada suka sama cowo. Masih pedekate gitu kan masih manis manis aja cinta. Masih seneng. Masih kesemsem. Masih suka bikin senyum senyum sendiri. Gitu deh. Sementara gue udah lupa caranya, caraya pdkt aja gue lupa. Soalnya mereka (girls around me) kebanyakan jomblo gitu loh. Dan ga tau sih jomblo itu enak apa ngga, soalnya udah lama punya pacar. Berantem mereka sama gebetannya, atau permasalahan early relationship-nya juga lucu-lucu. Udah lama ga begitu.

Pengen banget bisa menikah sakingnya udah bosen sama tias. Bukan bosen ketemu, tapi bosen jauh. Bosen pulang ke rumah yang beda. Bosen saying goodbye instead of goodnight. Tapi tetep aja suka mikir, is it really what I want? To tied to a man for life. To spend good and bad time with him. Soalnya.. Gua ga mau cerai terus jadi widow. Kalo nikah mau selamanya. Kasian anak kalo besar dengan banyak orang tua, 2 aja cukup. Gua ga mau salah milih pasangan lalu ga bahagia seumur hidup. Karena memutuskan untuk putus lebih mudah daripada memutuskan untuk menikah. Dan memutuskan untuk menikah lebih mudah daripada memutuskan untuk bercerai.

Lama tunangan itu, once again, adalah hal yang bagus karena makin hari makin realistis. Bukan cuma memikirkan pernikahan itu sekedar akad, ijab kabul atau resepsi. But thinking about the life you going to live for ever. It scared me. If I get married at 21, and died at 60s, then im going to spent two third of my life with him! Im going to sleep with him, eat with him, poop with him, watch the tv with him, wash his clothes, and doing almost everything with him. What a bore life.

its not that I am not happy for them, but I always wonder how can people decided to get married so soon. Like, they meet each other in less then a year, get to know each other better, and voila! They get married. Just like that. I am glad if they finally met their soulmate, but. But. How can they be so sure that he is the one (and only)? I even still have a little doubt that tias is my forever-love (even if I really really wish that he is!).

Mungkin gue yang terlalu mempermasalahkan hal yang ga penting kali ya…

1 Februari 2018

Pangrango. Kuy Ga?

Mau naik gunung ah.. Nanti tanggal 16 Februari kan libur. Jadi ada liburan 3 hari gitu loh kaya dari Jumat sampe Minggu. Lagi mempertimbangkan naik Gunung Gede sih. Pengen naik gunung sendiri tapi. Maaf ya sodara-sodara, bukan saya ga mau ngajakin, tapi kan ya, saya mau sendiri. Tapi naik gunung sendiri itu malesnya bawa tenda sendiri, bawa alat masak sendiri, bawa bahan makanan pun sendiri. Berat carriernya sebel. Gue tuh ga suka banget bawa rangka tenda soalnya panjang gitu loh jadi ga bisa bawa carrier yang kecil. Tapi pake ponco juga malessssss.

Udah lamaaa banget banget banget ga naik gunung sampe gue khawatir takut ada barang yang gua lupa harus dibawa. Sampe gue kemudian harus nyari di Google, “perlengkapan gunung yang wajib di bawa untuk pemula”. Tapi akhirnya ini cuma jadi trigger, at the end banyakan barang yang gue inget daripada yang ada di list itu. Misalnya, masa dia lupa kalo naik gunung itu perlu bawa kompas, piring, sendal jepit, lampu tenda, dan sebagainya. Udah mau tahun ke-5 gue main ke gunung. Sampe udah kayaknya malah list begitu ga guna karena i know right apa apa aja yang harus gue bawa, keperluan-keperluan pribadi yang orang lain ga perlu tapi gue perlu, misalnya payung, hand sanitizer, sunblock, legging, dan lain-lain.

Sebenernya karena udah pernah PDW, jadi harusnya gue ga serepot itu. Tapi kan mau refreshing niatnya, jadi naik gunungnya ga mau naik gunungnya cuma pake ponco bobonya terus baju buat jalannya ga ganti-ganti berhari-hari. Sudahlah ya. BTW gue lagi mempertimbangkan, mau ngecamp di mandalawangi 2 jam. Pengen bawa novel 2. Jadi nanti disana kerjanya: liat bintang, tidur, bangun, makan, baca Dilan, makan, tidur siang, makan, tidur. Nikmat dunia.

Masih mempertimbangkan antara Gunung Gede atau Gunung Pangrango sih, soalnya udah 2 atau 3 kali gitu naik Gunung Gede tapi ga pernah ke Pangrango. Terus pengen ke Mandalawangi. Pengen mendengarkan bisik bisik suara alam. Anjay.  Dan kenapa ke kedua gunung itu, karena mau naik gunungnya sendiri, jadi cari gunung yang rame. Kalo sepi kaya Cikuray gitu kan ya nanti gue kesepian.

Pengen ke Mandalawangi.. Walaupun katanya udah ga sebagus dulu. Pengen sok sok romantis di padang edelweiss baca novel. Hidup lagi ga asik. Makanya pengen naik gunung. Tapi belom pernah sih naik gunung yang beneran sendirian, cuma pernah ditemenin sama guide. Kalo Gunung Gede/ Pangrango harga porternya aja 450- 500 perhari. Bisa bangkrut cuma buat bayar porter.

Udah ga mood nulis… Ini 3 jam nulis sependek ini belom selesai, sudah tidak ada mountain vibesnya. Sekarang adanya sleeping vibes.

Doakan semoga ini naik gunungnya jadi ya.. Walaupun belum izin ke siapa-siapa dan belum mulai mengumpulkan alat. Cheers eeveryone!