Bila hidup adalah soal pilihan, lagi lagi rasanya aku tak mau memilih.
Tapi manusia.
Tak akan bisa mendapatkan segalanya
30 November 2016
24 November 2016
Pada akhirnya, bersyukurlah ia yang bisa kembali ke tempat dimana ia berasal. Kepada hati yang sudah familiar baginya. Kepada pelukan yang selalu menenangkannya. Kepada bahu yang sudah ribuan kali menampung air matanya.
Sebagaimana aku, bersyukur bahwa aku selalu kembali padamu. Di dunia apapun aku berada; dengan siapapun aku bergaul; pada akhirnya semua hilang, dan kau yang tetap ada.
Terima kasih
Bandung, 24 november 2016
Beberapa minggu yang lalu saya di vonis radang sendi lutut dan harus istirahat dari 9 November 2016 hingga 9 Desember 2016. Saya tidak bisa mengikuti susulan GH 1 dan GH 2, serta dengan niat sebelumnya untuk tidak ikut GH 3. Dan reboan kemarin, lagi-lagi saya mendapat kesan bahwa organisasi ini memang mewajibkan anggota mudanya untuk memilih. Dalam hati, saya merasa tersudutkan. Mungkin saya yang berlebihan atau terlalu ambil hati ya. Mungkin saya memang sudah saatnya memilih ya.
Saya selalu iri pada teman-teman yang yakin melanjutkan program, atau yakin tidak melanjutkan program. Karena saya tidak pernah yakin. Saya selalu berpikir, "jalani saja selama masih ada jalan. Kalau nanti buntu, ya sudah." Karena bahkan, sejak awal masuk organisasi ini, saya tidak tahu apa tujuan saya. Kakak-kakak disini sering bilang, "balik lagi ke niatnya." Sementara saya tidak tau alasan sebenarnya saya ikut pdw.
Seorang teman berkata pada saya bahwa beliau akan tidak melanjutkan program, karena berbagai pertimbangan. Kami berbincang sedikit. Beliau mengingatkan saya, bahwa sementara saya berkutat di organisasi ini, ada banyak anak seumuran saya yang mendalami disiplin ilmunya. Beliau menceritakan dirinya, yang merasa tertinggal dari generasinya yang sudah bekerja dan merintis karirnya. Mungkin beliau benar. Saya jadi teringat les bahasa belanda dan les bahasa inggris yang bisa saya ikuti, tapi saya tunda karena ingin serius di organisasi ini.
Tadinya, saya pikir organisasi ini akan jadi dunia saya. Tempat dimana saya bisa merasa nyaman. Saya sudah merasa nyaman sebenarnya. Setelah masuk organisasi ini, akhirnya saya tidak harus lagi menangis sendiri karena merasa kesepian. Saya akhirnya punya teman, punya saudara. Saya tidak lagi bingung harus apa setelah pulang kuliah. Saya pikir ini akan jadi tempat saya belajar, organisasi yang akan saya jalani selama kuliah.
Tadinya saya sudah membayangkan pergi ke pedalaman papua atau sumatera untuk melakukan ekspediain ORAD. Membayangkan saya bersama angkatan saya mengarungi sungai Mamberamo yang jadi hutang ekspedisi sebelumnya. Saya keling, lelah, tapi saya bahagia dan bangga. Atau saya akhirnya dapat menerbitkan tulisan saya. Tentang organisasi ini, tentang orang-orang yang ada di dalamnya. Membuat buku seperti buku Setitik Cahaya di Kegelapan. Yang menginspirasi. Yang membuka hati para pembacanya.
Tapi ternyata, saya tidak sanggup membayar opportunity costnya. Kuliah yang makin padat dan butuh pemahaman yang lebih dalam. Waktu untuk orang tua saya, yang cepat atau lambat akan berkurang seiring saya beranjak dewasa; yang manasaya tidak mau mengurangi waktu bersama mereka selama masih ada waktu. Waktu untuk mendalami lagi disiplin ilmu saya dengan banyak membaca dan sharing dengan orang-orang hebat. Waktu untuk les bahasa belanda dan les bahasa inggris demi mengejar cita-cita saya untuk sekolah magister hukum di Belanda. Atau waktu untuk mencoba bekerja, untuk memenuhi target saya untuk sudah punya mobil sebelum menikah.
Hidup adalah selalu soal pilihan. Antara menghabiskan akhir pekan dengan berorganisasi atau keluarga. Antara berkegiatan di satu organisasi atau organisasi lain. Antara membaca buku atau jalan-jalan. Bahkan setiap pagi kita memilih untuk bangun atau tidak. Dan saya selalu bermasalah dengan mengahadapi suatu pilihan.
Insyaallah, hari ini saya memilih untuk tidak melanjutkan dulu program anggota muda dari tim PPM 2016. Saya sudah belajar banyak, saya bahkan mendapatkan lebih dari ilmu, saya menemukan persahabatan. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan. Maaf atas setiap sikap dan perilaku saya yang tidak sesuai. Semoga saya tidak menyesali jalan ini. Dan semoga kita semua diberi kelancaran dalam menjalankan setiap pilihan kita :)
19 November 2016
Mungkin ada saatnya kita harus pergi-
Agar tahu betul siapa yang merasa kehilangan saat kita tak ada.
Atau mungkin memang tak ada yang pernah datang untuk mencari.
Mungkin akan ada saatnya aku sadar, bahwa tak ada gunanya mengkhawatirkan setiap orang
Mengkhawatirkan apa aku disukai-
Mengkhawatirkan apa aku dibenci-
Mengkhawatirkan apa aku ditertawakan-
.
.
.
.
.
.
.
Mungkin akan ada saatnya aku bisa menerima.
Dengan berbahagia